Keberanian adalah pertanyaan. sementara
ketakutan adalah kepastian. Katakan saja aku
seperti seorang anak kecil yang
tidak berani pulang ke rumah. Di tangannya
dia memegang selembar kertas dengan nilai merah.
Malam dan waktu melahir penat. Aku belum mau pulang.
Akhir-akhir ini aku benci pulang.
Akhir-akhir ini aku benci pulang.
Baru saja dia berhenti turun. Hujan
aspal jalanan dibuatnya lebih hitam. Kenapa aku jadi
ingat matamu?
Dan mataku yang rabun
jadi melihat lampu jalan terbang tanpa pemancang.
Pada akhirnya jadi juga aku pulang. Di depanku
ada tikungan favoritku, dan sepeda motorku. Kami
melibas lengkungannya dengan senang hati. Kenapa aku
jadi ingat bibirmu?
Dan seingatku
di lengkungan sana belasan jiwa lelaki bergentayangan.
Aku
tidak tahu mana yang lebih mematikan. Lengkung bibirmu
atau lengkung tikungan itu.
Aku mengira mana yang lebih panjang. Jalan ini,
rambutmu, atau kakimu. Semuanya sama
jemariku tidak ingin cepat beranjak dari sana.
Pelan-pelan, pelan-pelan, aku memasuki terowongan. Aku selalu
takut
untuk masuk kedalam terowongan, karena aku jadi
teringat gema. Dan
tidak ada gema yang lebih menyiksa ketimbang gema
renyah tawamu di kepalaku
setiap malam.
Aku berlama-lama di jalan pulang, rumah kubuat lebih
jauh. Jarak
Aku panjangkan, waktu aku tambahkan. Bahkan aku ingin
berhenti di jalan pulang.
Sebab bagiku
Kau; jalan panjang menuju rumahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar