Malam Panjang
Karya: Fadlu Pratama
“Mungkin, karena
mereka menulis” jawabnya.
“Aku juga tahu
itu! Tetapi, bagaimana dengan penulis yang sudah tidak lagi menulis?” tanyaku lagi.
Dia terdiam
sejenak, kedua tangan mungilnya masih memegang mug kecil dengan kopi hangat di
dalamnya. Hanya jari-jarinya yang terlihat, sementara punggung tangannya
tertutup lengan sweater merah
marunnya. Dia memalingkan wajahnya ke langit-langit, kemudian melempar
pandangannya ke mataku. “Tidak tahu juga sih” jawabnya singkat.
Aku hanya diam,
kembali menempelkan pantat rokok dengan mulutku kemudian mengembuskannya. Kini
asap-asap itu mengegelingi kami, berputar mengitari lampu yang berwarna oranye
di atas kami, lalu pergi menghilang.