Selasa, 23 Juli 2013

Andai aku manusia

Aku adalah aku. Tubuhku hanya terbuat dari rajutan benang-benang wol yang dibuat sampai membentuk wujud sebuah binatang. Entahlah, aku tidak tahu binatang apa itu. Tapi, dari yang ku dengar, para manusia menyebutnya beruang. Tubuh ini terisi oleh gumpalan busa-busa halus, atau mungkin juga kapas. Jawaban untuk apa yang membuat tubuh ini mengembang, antara busa atau kapas aku juga tidak tahu pasti, aku juga tidak terlalu peduli. Kebanyakan manusia juga tidak terlalu peduli isi dari tubuh mereka bukan?.

Aku hanyalah benda mati. Tergeletak tak berdaya disudut kamar seseorang, dia cantik. Matanya mengeluarkan air, nafasnya terisak, satu yang aku pelajari: dia sedang menangis. Sebenarnya aku ingin menghentikan tangisnya, tapi aku tidak bisa. Karena aku hanyalah aku, sebuah benda mati. Air matanya membasahi sedikit bagian kepalaku. dia sempat menempelkan wajahnya yang sedang bersedih disana. Ya, tentunya sebelum ia melemparku kesini.

Dia sedang memandang secarik kertas bergambar seseorang. Seseorang yang aku kenal. Seseorang yang memberikan ku padanya. Aku masih ingat saat pertama kali bertemu perempuan ini. Saat itu aku terbungkus dalam sebuah kotak. Temanku hanya sepotong surat kecil dengan tulisan tangan: “Selamat Ulang Tahun Sayang.” Tentu saja ekspresinya saat itu berbeda sekali dengan sekarang.

Aku sudah lama tinggal dengan perempuan itu, didalam kamarnya ini. Kadang aku berada di meja belajarnya saat dia mengerjakan tugas, berada di sebelahnya saat dia menonton sebuah kotak yang mengeluarkan gambar dan suara, bahkan berada dalam dekapannya saat ia tertidur. Sebenarnya ia sosok yang ceria, aku menyukai matanya yang menyipit saat ia tertawa. Lengkung bibirnya saat dia tersenyum, dan aku sangat menyukai ekspresi dari gabungan keduanya. Tapi, akhir-akhir ini berbeda.Ini tangisnya yang ke tiga dalam sepekan ini. Oh Tuhan, aku ingin benar-benar menghapus air mata yang mengalir lembut di pipinya.

Tunggu, dia melihat kemari. Dia mengambilku lagi. Kali ini dia membaringkan ku di ranjangnya. Tepat disebelahnnya. “Habis putus cinta.” bisik angin yang berhembus melalui celah-celah jendela kamarnya yang terbuka kepadaku. Sekarang aku tahu, mengapa ia menangis. Aku tidak mengerti mengapa putus cinta bisa sangat menyakitkan untuk seorang manusia. Bukannya jumlah mereka di dunia ini sangat banyak. Aku tahu karena dulu aku selalu melihat mereka berlalu lalang-melintasi toko dimana aku dijual. Mereka melihatku, tersenyum, lalu pergi lagi. Sampai akhirnya kekasih permpuan ini menebusku lalu memberikanku kepadanya.

Sepertinya hujan diluar sedikit mereda,tapi tidak untuk tangisnya. Semilir angin yang pamit untuk keluar, dan untaian lagu merdu dari ponselnya menemani kami berdua di sisa-sisa malam ini. Hei, dia mengangkat-ku lagi, mungkin dia ingin melemparku keluar jendela. Atau mungkin dia juga ingin membuangku ke tempat sampah di sudut kamarnya. Heii.. apa yang ingin kau lak-, tunggu... dia memelukku!, dia mendekapku dalam tangisnya. Air mata di pipi kanannya membasahi pipi kiriku. Ah, Andai aku manusia. Aku ingi menghentikan tangis dan air mata mu dengan menyekanya. Tentunya dengan tanganku sendiri. Bukan menyerap air matamu dengan bulu-bulu buatan ini.

Sebenarnya aku ingin berbicara banyak padanya. Menyuruhnya untuk berhenti menangis. Mengatakan bahwa masih banyak laki-laki di dunia ini. Tapi apa yang aku ketahui, mulut untuk berbicara saja aku tak punya. Dan tentang.. apa? Oh iya, hal yang manusia sebut dengan cinta. Apa yang aku tahu tentang cinta? hati saja aku ‘tak punya. Halah.. aku ini terlalu sok tahu. Sudahlah lebih baik kau lupakan dia, dan tidur yang nyenyak malam ini. Puas-puasi tangismu. Tapi jangan berlebihan, cantik mu akan memudar jika ada noda hitam atau kantung mata di bawah matamu.

Ahh.. Andai aku manusia, yang mempunyai mulut untuk mengatakan ‘hentikanlah tangismu’.

Andai aku manusia, yang mempunyai tangan untuk merangkulmu.

Andai aku manusia, yang mempunyai hati untuk... mencintaimu.

Ahh andai aku, manusia.



-@fadlupratama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar